Kasih Tak Terbatas
Ada sebuah peristiwa yang terjadi pada sebuah desa kecil, di desa itu ada seorang ayah yang sangat mengasihi putranya. Mereka hanya hidup berdua semenjak ibu dari anak tersebut meninggal, sang ayah menggantikan semua peran sang ibu, mulai dari memasak, mencuci, hingga membereskan rumah.
Suatu ketika sang ayah pergi ke kota besar,
setelah kembali ke rumah dirinya berubah total dari sebelumnya. Semula ayah ini
sangat mengasihi putranya, tak peduli seberapa larut pun anaknya pulang ke rumah,
dia akan menunggu untuk membuatkan makanan enak dan diantarkan ke hadapan
anaknya.
Akan tetapi sejak pulang dari kota besar, sang
ayah berubah dan tidak mau lagi mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang
sangat larut malam, sang ayah tidak pernah mengindahkannya, bahkan tidak pernah
lagi memasak untuknya. Ketika sang anak merasa lapar dan memberitahukan pada
sang ayah, dia hanya menjawab dengan nada dingin: “Kamu sudah besar, apakah
masih belum bisa masak sendiri?”
Dari itu, sang anak berpikir bahwa sang ayah
tidak sayang lagi padanya, lalu timbul perasaan tidak senang dan benci pada
sang ayah, dia mulai mencuci pakaian sendiri, menata kamar sendiri, saat lapar
memasak sendiri, semua urusan harus dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya
merasa lelah, haus, lapar atau mengantuk, sang ayah tidak pernah
memperdulikannya. Dalam hati dia beranggapan kalau sang ayah sudah tiada.
Tak seberapa lama kemudian, sang ayah pun
meninggal dunia, selama selang waktu ini, sang anak sudah jauh hubungannya
dengan sang ayah, bahkan bersikap dingin dan seakan bermusuhan, sehingga
kematian ayahnya pun tidak membawa dampak kesedihan sama sekali pada dirinya.
Selanjutnya sang anak hidup dengan neneknya,
walaupun neneknya sudah tua namun sang nenek peduli padanya, setidaknya saat
dia pulang larut malam sang nenek masih ingat untuk menyisakan nasi dan lauk
untuknya.
Sang anak belajar dengan keras dan akhirnya
berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi. Akan tetapi dikarenakan kondisi
ekonomi keluarga tidak baik, maka dia tidak ada dana untuk membayar uang
kuliah, ketika sedang diliputi kecemasan, neneknya menyerahkan sebuah kotak
kecil kepadanya dan memberitahukan kalau sebelum ayahnya meninggal dunia ada
berpesan agar pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan
kotak ini kepadanya.
Sang anak menerima kotak ini dari neneknya,
ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk uang dengan selembar surat di
sampingnya.
Dalam surat tersebut tertulis pesan ayahnya:
“Anakku, kali itu
ketika ayah pergi ke kota, sebetulnya ayah pergi memeriksakan kesehatan tubuh,
setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ayah tahu kalau ayah terkena kanker dan
sudah stadium akhir, saat itu ayah hampir-hampir tidak bisa berdiri lagi. Ayah
bukan khawatir akan diri ayah, akan tetapi ayah khawatir akan dirimu. Ayah
berpikir jika ayah sudah tiada, bagaimana dengan dirimu nanti? Kamu masih
kecil, bagaimana kamu bisa melanjutkan hidup? Bagaimana menghadapi masa
depanmu?
Dari itu, sepulangnya
ayah ke rumah, ayah bersikap dingin kepadamu dan ingin kamu mengerjakan sendiri
semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar kamu membenci ayah, dengan
demikian sesudah ayah sudah tidak ada di dunia ini lagi nanti, kamu tidak akan
diliputi dengan kesedihan.
Anakku, walau ayah
tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ayah sebetulnya tetap
mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut malam, walau ayah tidak
membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ayah tetap menunggumu pulang.
Ketika kamu
pulang dengan tubuh lelah dan perut lapar, ayah membiarkanmu masak sendiri,
sebab ayah berharap sesudah ayah tiada nanti, kamu bisa menjaga diri. Dulu
setelah ibumu tiada ayah mengerjakan semuanya untukmu, namun sesudah ayah tiada
nanti, siapa lagi yang akan menjagamu? Segala sesuatu di kemudian hari harus
bergantung pada dirimu sendiri.
Dalam kotak
ini ada uang 5000 dolar yang dulu ayah dan ibumu kumpulkan bersama, sebetulnya
uang ini hendak ayah gunakan untuk berobat, namun ayah tidak rela
menggunakannya, ayah tinggalkan untukmu dengan harapan ketika nanti kamu masuk
perguruan tinggi dan membutuhkan uang, kamu dapat menggunakannya. Sekarang,
ayah meminta bantuan nenek untuk menyampaikannya kepadamu.”
air mata segera
mengaburkan mata sang anak, dia baru menyadari bahwa sang ayah sungguh
mengasihinya. Ketika sang ayah harus menahan perhatian dan kasih dalam hatinya
kepada anaknya, dan harus berusaha keras untuk memperlihatkan wajah dingin
kepada anaknya, betapa menderitanya perasaan sang ayah ketika itu, namun demi
perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih berbahagia di
masa mendatang, sang ayah rela menerima segala kesedihan, bahkan tidak menyesal
untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar